MOJOKERTO | ALTRIANNEWS.com – Jeritan seorang ibu kini menggema lebih nyaring dari suara sirene hukum. Muhammad Afan, siswa SMK Raden Rahmat Mojosari, ditemukan tak bernyawa di aliran Sungai Brantas, 5 Mei 2025 lalu. Namun duka itu belum disambut jawaban. Justru yang datang adalah tumpukan tanya dan getir yang kian dalam.
Keluarga meyakini, kematian Afan bukan sekadar kecelakaan seperti yang disampaikan kepolisian. LBH Ansor Jawa Timur pun resmi turun tangan. Mereka tak hanya membawa pendekatan hukum, tapi juga suara keadilan yang selama ini tercecer di antara birokrasi dan lambannya respons negara.
“Anak saya pamit sehat. Tapi pulangnya sudah jadi jenazah. Banyak hal yang tak masuk akal. Saya tidak akan diam sampai semuanya terang,” kata ibu Afan, dengan mata yang sembab, penuh luka namun juga keberanian.
Satu bulan lebih berlalu, namun Polres Mojokerto dinilai belum memberikan keterangan yang memuaskan keluarga. Kejanggalan demi kejanggalan muncul: mulai dari lokasi penemuan jasad, kondisi tubuh korban, hingga waktu kematian yang tidak sinkron dengan fakta di lapangan.
LBH Ansor menyebut bahwa negara tidak boleh alpa saat nyawa seorang pelajar terenggut dalam kondisi misterius. Mereka menyuarakan pentingnya audit internal, pengawasan Propam, serta pelibatan masyarakat dalam pengungkapan kebenaran.
“Ini bukan sekadar angka dalam laporan. Ini tentang nyawa. Tentang seorang ibu yang kehilangan anaknya, dan menuntut keadilan. Kami tidak akan membiarkan kasus ini tenggelam dalam formalitas,” tegas Ketua LBH Ansor Jawa Timur.
Tragedi ini bermula dari kericuhan saat pertandingan sepak bola antar kelas di SMK Raden Rahmat Mojosari, Jumat 2 Mei 2025. Perseteruan berlanjut di luar sekolah, di mana Afan turut menemani temannya yang terlibat duel dengan siswa kelas lain.
Keesokan harinya, Afan dan temannya diadang oleh seseorang yang diduga paman dari salah satu siswa yang terlibat. Mereka merasa terintimidasi dan terancam. Afan melarikan diri ke arah selatan—dan sejak saat itu, tidak ada lagi kabar darinya.
Tiga hari kemudian, jasad Afan ditemukan di Sungai Brantas. Polisi menyebut kematiannya sebagai kecelakaan. Namun, pernyataan itu tidak diterima begitu saja oleh keluarga dan saksi.
“Terakhir aku lihat, Afan sehat. Tapi waktu ditemukan… kondisinya beda. Rambutnya dipotong, ada luka. Ini bukan kecelakaan biasa,” ungkap Syamsul, teman Afan yang juga ikut diadang saat kejadian.
LBH Ansor secara tegas menuntut proses hukum yang jujur dan terbuka. Mereka meminta agar penyelidikan dilakukan ulang dengan pelibatan tim independen serta audit kinerja aparat yang menangani kasus sejak awal.
“Jangan sampai hukum hanya milik mereka yang kuat. Keadilan harus hadir untuk rakyat kecil, untuk ibu-ibu yang kehilangan anaknya tanpa tahu kenapa,” tegas perwakilan LBH Ansor.
Kini, suara keadilan untuk Afan tidak lagi datang hanya dari keluarganya. Warga Mojokerto, terutama para pelajar dan teman sekelasnya, turut menyuarakan desakan kejelasan. Mereka tak ingin tragedi ini dilupakan sebagai satu kasus biasa.
Keluarga Afan tidak sedang menuntut balas. Mereka hanya ingin tahu: apa yang sebenarnya terjadi pada anak mereka?
“Kalau negara masih punya hati, jangan biarkan kami berjuang sendirian,” pungkas ibu Afan, menatap jauh ke jendela rumahnya yang kini terasa lebih sunyi dari biasanya. (Diek.ck)
📌 Editor: Altrian News Digital Desk
📷 Foto: Dok. Keluarga / Arsip LBH Ansor
🗓️ Rilis: Selasa, 10 Juni 2025