SUMENEP | AltrianNews.com – Pengadilan Negeri (PN) Sumenep menjatuhkan hukuman berat kepada Jausa, mantan Kepala Sekolah SMP di Kalianget, yang terbukti melakukan rudapaksa terhadap anak di bawah umur.
Terdakwa divonis 17 tahun penjara dan dikenakan denda Rp 100 juta oleh majelis hakim, karena melanggar Pasal 81 Ayat (1) dan (3) Undang-Undang Perlindungan Anak.
Kuasa hukum korban, H. Kamarullah, S.H., M.H., menyebut bahwa vonis ini membuktikan kejahatan yang dilakukan terdakwa.
“Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindakan asusila terhadap korban yang masih berusia dibawah umur, ini tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga merusak masa depan korban,” tegasnya, Senin (18/12/2024).
Kamarullah juga menambahkan bahwa keluarga korban mengecam keras tindakan terdakwa dimana kejahatan tersebut dilakukan sebanyak lima kali, dengan rincian dua kali di Sumenep dan tiga kali di sebuah hotel di Surabaya.
Hal yang lebih parah lagi, kejahatan ini dilakukan dengan sepengetahuan ibu korban, yang kini juga ditetapkan sebagai tersangka dan dijadwalkan disidang pada 23 Desember 2024.
Kamarullah, menambahkan bahwa tindakan terdakwa dilakukan secara sadar dan terencana. Bahkan, terdakwa memaksa korban mengonsumsi pil KB untuk mencegah kehamilan.
“Ini adalah kejahatan luar biasa yang tidak bisa ditoleransi. Terdakwa tidak memiliki alasan pembenar maupun pemaaf,” ujarnya.
Jadi menurut Kamarullah, meski terdakwa mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Surabaya, pihak kuasa hukum korban tetap optimis hukuman terdakwa akan diperberat.
“Kami akan terus mengawal proses hukum hingga tingkat banding. Kami berharap hakim Pengadilan Tinggi menaikkan hukuman menjadi 20 tahun penjara, sesuai tuntutan kami,” kata Kamarullah.
Selain hukuman pidana, Kamarullah meminta Bupati Sumenep melalui, Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) untuk segera memberhentikan terdakwa dari status Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Terdakwa tidak hanya melakukan tindakan cabul, tetapi juga diketahui hidup bersama wanita lain yang berstatus ASN dan masih terikat pernikahan sah. Hal ini mencoreng nama baik institusi pemerintah,” tegasnya.
Kasus ini mendapat perhatian khusus dari LBH Achmad Madani Putra dan Rekan. Sebanyak 17 pengacara dilibatkan untuk memastikan keadilan bagi korban.
“Kami berkomitmen memberikan pendampingan maksimal kepada korban. Keputusan ini diharapkan menjadi peringatan keras bahwa kejahatan terhadap anak tidak akan ditoleransi,” pungkas Kamarullah. (Red)